Pages

Rabu, 13 Mei 2009

Catatan Belajar PembelajaranQ

BELAJAR PEMBELAJARAN
1.pengertian
1. belajar
Higrad dan Bower
Belajar :
- Memperoleh pengetahuan melalui pengalaman
- Mengingat
- Menguasai pengalaman
- Memperoleh informasi
Belajar -> ada aktivitas / kegiatan penguasaan tentang sesuatu
Morgan Dkk
Belajar -> perubahan tingkah laku yang relayif tetap dan terjadi sebagai hasil pelatihan/pengalaman
Soekamto dan Winanta putra
Belajar -> perubahan dalam pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi/ gabungan dari semuanya
Kesimpulan :
• Ahli psikologi
Belajar sebagai pbentuk perubahan yang dapat diamati dan dilihat
• Ahli Pendidikan
Proses perubahan manusia manusia kearah tujuan yang lebih baik dan bermanfaat bagi diri sendirinya maupun oranglain
2. Ciri-ciri orang belajar
a. belajar ditandai adanya perubahan dan tingkah laku
b. perubahan tingkah laku relative permanen
c. perubahan tingkah laku bersifat potensial
d. perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan/pengalaman
e. pengalaman membrik dorongan untuk mengubah tingkah laku
3. prinsip dasar belajar
a. siswa harus aktif belajar
b. siswa belajar sesuatu kemampuan
c. belajar berlangsung dengan baik bila mendapat penguatan langsung selama proses belajar
d. penguasaan yang seprna setiap langkah akan membuat proses belajar lebih bermakna
e. motivasi belajar meningkat bila diberi tanggung jawab dan kepercyaan penuh atas belajaranya
4. Proses belajar
-> serangkaian aktiitas yang terjai pada pusat syarf individu yang belajar
Proses belajar dapat diamati jika perubahan tingkah laku dari seseorang dalam hal :
- pengetahuan
- efektif
- psikomotorik
Menurut Edgne, proses belajar disekolah melakui fase-fae sbb:
- tahap motivasi+keingiinan siswa untuk melakukan kegiatan belajar
- tahap konsentrasi : siswa memusatkan perhatian yang telah ada pada fase motivasi
- tahap mengelola : siswa menan informasi yang diterima dari guru dalam share term memory, kemudian mengolah informasi untuk diberi makan berupa sandi2 sesuai penangkapan masing2
- tahap penyimpanan : siswa menyimpan symbol-simbol hasil olahan yang telah disimpan dalam Longtern memory (LTN) gudang ingatan jangka panjang
- tahap menggali 1 : menggali informasi yang telah disimpan dlam LTM ke STM untuk dikaitkan dengan informasi baru yang diterima
- tahap menggali 2 : menggalai informasi yang telah disimpan dalam LTM untuk persiapan tahap prestasi baik langsung maupun tak angsung melalui sTM
- tahap prestasi : informasi yang telah digali sebelum digunakan untuk menunjukkan prestsi yang merupakan hasil belajar
- tahap umpan balik, siswa memperoleh penguatan saat perasaan puas jika prestasinya jelek
5. Faktor yang mempengaruhi proses belajar
@ Faktor Internal
a. fisiologis
- kedalam jasmani
- fungsi jasmani
b. psikologis
- kecerdasan
- motivasi
- minat
- sikap
- bakat
@ Faktor External
a. lingkungan social sekolah
b. lingkungan social masyarakat
c. lingkungan social keluarga
lingkungan non social
a. lingkungan alamiah
b. factor instrumental
c. materi pelajaran
jenis-jenis belajar : bentuk
fungsi psikis
• Belajar Dinamik
Dorongan belajar dengan rajin sehingga dapat sehingga dapat menyelesaikan kuliah dalam waktu sesingkat mungkin
• Belajar afektif
Belajar menghayati nilai dari obyek yang dihayati melalui alam perasaan, belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar
Obyek berharga = senang
Obyek tidak berharga : tidak senang
• Belajar Kognitif
Belajar memperoleh dan menggunakan bentuk repsentasi yang mewakili obyek yang mewakili obyek2 yang dihadapi

Ada 2 aktivitas kognitif
- Mengingat : orang yang menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau / kesan yang diperoleh pada masalampau, atau mengenal kembali=rekognisi dan mengingat kembali repoduksi
- Berpikir : dalam aktivitas berfikir manusia berhadapan dengan obyek hadir dalam bentuk represntasinya : tanggapan, konsep dan lambing verbal
• Belajar sensi motorik
Belajar menghadapi dan menangani obyek secara fisik. Dalam belajar ini, aktivitas mengamati melalui alat indra maupun bergerak dan menggerakkkan memegang peranan penting
Bentuk Belajar=materi yang dipelajari
• Belajar teoritis
Menempatkan semua data dan fakta dalam suatu organisasi mental sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahakan masalah (Bs Ilmiah)
• Belajar Teknis
Mengembangkan keterampilan dalam menangani dan memegang benda-benda serta menyusun bagian-bagian materi menjadi suatu keseluruhan
• Belajar Bermasyarakat
Mengkang dorongan + kecendrungan spontan kehidupan bersama
• Belajar Estetis
Membentuk kemampuan menciptakan+mengahayati keindahan diberbagai bidang kesenian
Bentuk-Bentuk Belajar
- Otomatism
Belajar keterampilan motorik dan kogitif, cirinya : otomatisasi sejumlah rangkaian gerak-gerik yang terkoodinasi satu sama lain
- Incidental
Belajr tanpa mempercayai intense / mempelajari senam
- Menghafal
Menangkap materi verbal dalam ingatan sehingga dapat diperoleh dikemuadian hari
- Pengetahuan
Mengetahui berbagai data tentang kejadian, benda dan orang-orang
- Artikata
Menangkapa arti yang terkandung
- Konsep
Orang mengadakan antraksi : obyek-obyek yang meliputi benda, kejadian dan orang hanya ditinjau dari aspek-aspek tetentu saja
- Problem
Belajar memecahkan masalah melalui pengamatan orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan dengan berbuat sesuatu , pemecahan masalah adalah tujuan yang harus dicapai, namun tindakan yang ahrus diambil belum diketahui dan masi ditemukan dengan pengamatan yang diteliti dan reorganisasi unsu-unsur dalam masalah
- Berpikir Orang dihadapkan pada masalah yang harus dipecahkan tanpa melalui pengamatan da reorganisasi dalam pengamatan. Masalah harus dipecahkan melalui operasi mental (menggunakan konsep dan kaidah metode tertentu)
- Belajar untuk belajar
Namapak jelas dalam belajar disekolah bila diaamati adanya perbedan antara siswa dalam kemajuan belajar
- Dinamika
Bentuk belajar ini sangat complex dan menyangkut umber-sumber energy psikis yang sudah merupakan bahan dasar yang memberikan kekuatan dan dorongan kepada orang untuk melakukan aktivitas belajar
Sumber energy psikis : kemajuan sikap, motivasi dan perasaan. Dalam belajar dinamik bentuk kemauan, sikap, motivasi dan modalitas perasaan, semuanya mengambil bagian dalam pembentukan watak.
8 Tipe Belajara (Gagne)
1. Belajar signal : memberikan realesi pada rangsang
2. Belajar perangsang-reaksi dengan penguatan /peneguhan : memberikan reaksi pada peransang
3. Belajar mementuk rangkaian gerak-gerik : menghubungkan gerak yang satu dengan yang lain
4. Belajar asosiasi verbal : memberikan reaksi verbal pada suatu stimulus
5. Belajar Diskriminasi yang jamak : membrikan reaksi yang berbeda pada stimulus yang mempunyai kesamaan
6. Belajar konsep : menempatkan obyek dalam kelompok tertentu
7. Belajar Kaidah : menghubungkan beberapa konsep
8. Belajar memecahkan maslah : menggabungkan beberapa kaidahmenjadi prinsip permasalahan
Factor-faktor memPenGaruHi pRoses belajar dalam PemBelajaARan
- Motivasi : kecenderungan emosi yang mengantar / memudahkan peraihan sasaran
• Dorongan prestasi : dorongan untuk menjadi lebih baik
• Komitmen : menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok
• Inisiatif : kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan
• Optimisme : kegigihan dalam memperjuangkan sasaran, kendati ada tantangan
- Perhatian :
- Persepsi
- Ingatan
- Referensi
- Transfer
- Kondisi
- Umpan balik

Minggu, 10 Mei 2009

KENAKALAN REMAJA SEBAGAI PERILAKU MENYIMPANG HUBUNGANNYA DENGAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL KELUARGA

KENAKALAN REMAJA SEBAGAI PERILAKU MENYIMPANG HUBUNGANNYA DENGAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL KELUARGA

Makalah
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Matakuliah Karakteristik Pembelajaran
yang dibina oleh Bapak Dedi Kuswandi.


Oleh
Febri Yona
108121415134 (offering C)



UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Mei, 2009

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang.
Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang “Kenakalan Remaja” bisa melalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman , 1989 : 6) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan belajar sosial atau “kesalahan” dalam berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal





1.2 Rumusan Masalah
1) Apakah konsep kenakalan remaja?
2) Bagaimanakah cara mengatasi kenakalan remaja?

1.3 Tujuan penulisan
1) Mengetahui konsep kenakalan remaja
2) Mendeskripsikan cara mengatasi kenalan remaja

















II. PEMBAHASAN
1. Konsep Kenakalan Remaja
Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono (1988 : 93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”. Dalam Bakolak inpres no: 6 / 1977 buku pedoman 8, dikatakan bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu :
1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum
2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.
Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ;
1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit
2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin (
3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam penelitian.

Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985 : 73). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal dalam bukunya “ Rules of Sociological Method” dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
Remaja akan mengalami periode perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut :
- Masa pra-pubertas (12 - 13 tahun)
- Masa pubertas (14 - 16 tahun)
- Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
- Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan sebagainya.
2. Cara Mengatasi Kenakalan remaja

Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa itu semua ? Orang tua-kah ? Sedangkan orang tua sudah terlalu pusing memikirkan masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya. Saudaranya-kah ? Mereka juga punya masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki masalah yang sama. Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang untuk menjawabnya. Tetapi, memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada.
Kenakalan remaja merupakan gejala umum, khususnya terjadi di kota-kota besar yang kehidupannya diwarnai dengan adanya persaingan-persaingan dalam memenuhi kebutuhan hidup, baik yang dilakukan secara sehat maupun secara tidak sehat. Persaingan-persaingan tersebut terjadi dalam segala aspek kehidupan khususnya kesempatan memperoleh pendidikan dan pekerjaan. Betapa kompleksnya kehidupan tersebut memungkinkan terjadinya kenakalan remaja. Penyebab kenakalan remaja sangatlah kompleks, baik yang berasal dari dalam diri remaja tersebut, maupun penyebab yang berasal dari lingkungan, lebih-lebih dalam era globalisasi ini pengaruh lingkungan akan lebih terasa. Pemahaman terhadap penyebab kenakalan remaja mempermudah upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengatasinya. Upaya-upaya tersebut dapat bersifat preventif, represif, dan kuratif. Tanggung jawab terhadap kenakalan remaja terletak pada orangtua, sekolah, dan masyarakat, khususnya para pendidik baik yang ada di keluarga (orangtua), sekolah (guru-guru dan para guru pembimbing) maupun para pendidik di masyarakat, yakni para pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat.
III. PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan yang telah dibahas diatas, bahwa remaja yang memiliki waktu luang banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat.Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social keluarga akan semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sebaliknya semakin ketidak berfungsian sosial suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya (perilaku menyimpang yang dilakukanoleh remaja
Saran
Untuk memperkecil tingkat kenakalan remaja ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan pembangunan social yang programnya sangat berguna bagi pengembangan masyarakat secara keseluuruhan Di samping itu untuk memperkecil perilaku menyimpang remaja dengan memberikan program-program untuk mengisi waktu luang, dengan meningkatkan program di tiap karang taruna. Program ini terutama diarahkan pada peningkatan sumber daya manusianya yaitu program pelatihan yang mampu bersaing dalam pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan.



Rujukan
Gunarsa Singgih D at al, 1988, Psikologi Remaja, BPK Gunung Mulya, Jakarta
Kartini Kartono,1986, Psikologi Sosial 2, Kenakalan Remaja, Rajawali, Jakarta
Sartono, Suwarniyati, 1985, Pengukuran Sikap Masyarakat terhadap Kenakalan Remaja , Jakarta
Soerjono Soekanto, 1988, Sosiologi Penyimpangan, Rajawali, Jakarta

Minggu, 03 Mei 2009

Divusi Inovasi KTSP

Untuk Memenuhi Tugas Difusi Inovasi Pendidikan
yang Dibina Oleh Dra.Susilaningsih

Oleh :
Armedofuthimunadzar Mayang Arum
Citra Dwi R Mutiah Isfahani
Deny Trisnaningtyas Niko Hanggara
Dewi Nur Farida Novi Indah S
Diki Nur Fadilatus
Estri Setyowati Nurul Puadiyah
Faris Ahmad Radika Galajatera
Febri Yona Roro Ajeng A.R
Ida Fitria Sarwendah Rosita D
Kamaluddin Siswi Pujiningsih
M. Ihya U Sintia Hindra Z.
M.Lukman H




UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Mei, 2009
BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara, khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Kurikulum dibuat secara sentralistik, oleh karena itu setiap satuan pendidikan diharuskan untuk melaksanakan dan mengimplementasikannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang disusun oleh pemerintah pusat.
Berdasarkan UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dan PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, mulai tahun ajaran 2006/2007, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) telah disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Tugas Departemen pendidikan nasional tak lagi menentukan standar kurikulum pembelajaran. Namun, hanya menentukan delapan standar, yakni standar isi, proses, kompetensi lulusan, pembiayaan, sarana prasarana, pengelolaan, tenaga kependidikan, dan penilaian. KBK dan KTSP merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang bertujuan membuat anak kompeten atau menguasai materi pelajaran, memiliki sikap dan ketrampilan.
Pada dasarnya KTSP adalah KBK yang dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). SK dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Sebagai contoh dalam Kurikulum MTs 2004 hanya terdapat satu/dua Standar Kompetensi (SK) masing-masing jenjang kelas untuk hampir semua mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Aqidah Akhlak, Al-Qur’an Hadits, Fiqh, dan SKI). Namun dalam Kurikulum 2006 terdapat lebih dari dua SK untuk setiap jenjang kelas untuk seluruh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dilengkapi rinciannya pada kelas dan pelajaran tertentu. Masing-masing SK sudah ditentukan pada tiap-tiap semester. Sementara itu, batasan semacam ini tidak ada pada Kurikulum 2004.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
(1) Bagaimana proses dalam difusi inovasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
(2) Apa saja tugas agen pembaharu?
(3) Bagaimanana proses pengambilan keputusan penolakan dalam divusi inovasi KTSP?

1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
(1) Menjelaskan proses dalam difusi inovasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
(2) Mengetahui tugas-tugas agen pembaharu.
(3) Menjelaskan proses pengambilan keputusan penolakan difusi inovasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Proses Divusi Inovasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat cepat. Perubahan sosialpun juga cepat sekali terjadi dan jarang sekali dapat dicegah. Itu semua disebabkan oleh inovasi, diskoveri, ataupun invensi yang saat ini cepat tumbuh, bermacam-macam dan cepat menyebar karena adanya difusi inovasi.
Pengertian dari difusi inovasi adalah proses komunikasi antar warga masyarakat (anggota sistem sosial) mengenai ide, barang, kejadian, metode, yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang baik itu berupa hasil invensi atau diskoveri yang diadakan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan saluran dan dalam waktu tertentu.
Dalam divusi inovasi, ada empat macam strategi yang digunakan yaitu fasilitatif, paksaan, bujukan dan strategi pendidikan.
Dalam divusi inovasi KTSP, strategi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Strategi Fasilitatif
Stategi ini dapat dilakukan dengan cara memberikan fasilitas-fasilitas pendidikan yang dapat memudahkan prosess pembelajaran. Fasilitas pendidikan tersebut dapat berupa pengadaan buku paket online. Siswa maupun guru dapat langsung mendownload buku pelajaran melalui internet secara gratis. Fasilitas lain dapat berupa pemberian OHP dan LCD kepada masing-masing sekolah.


2) Strategi Pendidikan
Penggunaan strategi pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan terporgram secara sistematis dan mendasar kepada pendidik. Materi pelatihan yang diberikan dapat berupa proses mengembangkan kurikulum dan pelatihan tentang pembelajaran dengan melakukan seminar dan pengenalan dan pelatihan penggunaan KTSP kepada pelaksanaan pendidikan seperti guru, kepala sekolah, kegiatan pelatihan ini meliputi:
1) Manajemen berbasis sekolah
2) Sosialiasasi KTSP
3) Pengembangan kurikulum
4) Penyusunan draf secara mandiri yang dibimbing oleh pengembang
kurikulum daerah.

Sasaran
Sasaran dari difusi inovasi pendidikan KTSP ini meliputi kepala sekolah, guru, dan perangkat sekolah dengan tujuan akhir untuk kepentingan siswa.


2.2 Tugas Agen Pembaharu
Agen pembaharu ini dilakukan oleh perwakilan dari Depdiknas (dewan pendidikan).
Secara umum, tugas agen pembaharu adalah sebagai berikut:
1) Mensosialisasikan tentang KTSP kepada kepala sekolah di seluruh daerah masing-masing dan cara implementasinya pada proses pembelajaran.
2) Mendiagnosa masalah yang dihadapi klien/ sasaran sehingga mengapa alternatif yang digunakan itu tidak sesuai dengan kebutuhan sasaran.
3) Membangkitkan kebutuhan untuk berubah, agen pembaharu harus membantu sasaran atau klien, agar mereka sadar akan perlunya inovasi pendidikan.
Secara khusus, tugas agen pembaharu meliputi:
1) Perencanaan
Sebelum melakukan tindakan, maka agen pembaharu harus membuat rancangan kegiatan yang akan dilakukan.yaitu:
• Menetapkan kriteria sekolah di daerah yang akan dijadikan model pengembangan KTSP, yang memenuhi syarat baik dari sarana prasarana, SDM atau kesiapan guru dan siswa dalam melaksanakan kurikulum KTSP.
• Menetapkan sekolah yang ada didaerah untuk dijadikan sebagai klien atau sasaran agen pembaharu dalam divusi inovasi KTSP.
• Menyusun tim pelaksana yang disebut Tim Pengembang KTSP. Tim ini melibatkan guru sekolah yang bersangkutan dan terdapat pengurus di dalamnya serta menetapkan tugas - tugasnya.
• Merancang program kegiatan pelatihan proses mengembangkan kurikulum dan pelatihan tentang pembelajaran yang disesuaikan dengan SDM guru yang bersangkutan. Meliputi waktu, tempat , jumlah peserta didik dan rangakaian acara yang akan dijalani.
2) Pelaksanaan
• Membentuk Tim Pengembang KTSP yang terdiri dari dewan pendidikan dan komite sekolah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan, pengurus dari agen pembaharu sebagai pelaksana dan fasilitator. Serta dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan.
• Mengadakan acara seminar atau penyuluhan kepada sekolah-sekolah tentang kurikulum KTSP.
• Menyediakan dan menyiapkan tenaga, alat – alat, dan tempat yang digunakan untuk acara pengenalan kurikulum KTSP, Agen pemabaharu harus menyiapkan pelatihan-pelatihan untuk tenaga pendidik.
• Melaksanakan acara pengenalan KTSP sesuai dengan waktu, tempat, dan rangkaian acara yang telah ditetapakan. Agen pembaharu menerangkan pelatihan-pelatihan tentang KTSP yang kemudian untuk dipraktekkan oleh tenaga pendidk dalam pembuatan kurikulum di sekolah.
• Agen pemabaharu menyediakan atau memberikan tunjangan kepada sekolah untuk memenuhi sarana dan prasarana yang di butuhkan dalam proses belajar dan pembelajaran melanjutkan usaha perubahan sosial.


2.3 Proses Pengambilan Keputusan Difusi Inovasi KTSP
1) Tahap Pengetahuan
Tahap ini berlangsung, klien ingin mengetahui adanya suatu inovasi KTSP serta ingin mengetahui bagaimana fungsi inovasi tersebut.
2) Tahap Bujukan (persuasi)
Tahap ini berlangsung ketika klien mulai membentuk sikap tidak menyenangi terhadap inovasi pendidikan (KTSP).
3) Tahap Keputusan
Tahap ini berlangsung ketika klien melakukan aktivitas yang mengarah ke penetapan untuk memutuskan menolak inovasi.
a. Penolakan Aktif
Pada tahap ini, penolakan inovasi KTSP setelah klien melalui
proses mempertimbangkan untuk menerima inovasi KTSP atau mungkin
sudah mencoba terlebih dahulu, tetapi keputusan akhir menolak inovasi.
b. Penolakan Pasif
Pada tahap ini, klien menolak inovasi KTSP tanpa mempertimbangkan
sama sekali inovasi yang ada.


Inovasi KTSP ini ditolak, karena disebabkan oleh hambatan-hambatan sebagai berikut:
(1) Sasaran / masyarakat luas menentang keras tentang inovasi pendidikan, mereka merasa hal itu tidak perlu.
(2) Tidak ada inovasi terbuka tentang inovasi pendidikan pada diri masyarakat untuk menerima inovasi pendidikan (KTSP), mereka berpendapat kurikulum yang sebelumnya (KBK) itu belum terlaksana mengapa harus ada kurikulum baru, itu justru akan membingungkan pihak-pihak sekolah seperti guru, siswa serta masyarakat lainnya.
(3) Adanya hambatan geografis, yang mencakup :
- Jarak jauh,
- Transport yang lambat,
- Daerah yang terisolasi, dan
- Keadaan iklim yang tergantung menguntungkan.
(4) Adanya hambatan ekonomi, yang mencakup:
- Tersedianya bantuan dana dari pemerintah dan pengaruh inflasi
- Tidak mencukupinya bantuan finansiil dari pemerintah merupakan hambatan yang serius.
- Hal ini juga terbukti bahwa sebagian dari kegiatan inovasi dalam berbagai bidang menggunakan dana dari bantuan luar negeri. Dari hasil penelitian difusi inovasi di Negara berkembang ini juga diperoleh data bahwa banyak juga pelaksanaan inovasi yang kurang dapat memperhitungkan perencanaan penggunaan dana dengan tepat termasuk memperhitungkan adanya inflasi (pengaruh krisis global).
(5) Kurangnya SDM yang mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan sekolah,sebagaian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi, pemikiran,dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan KTSP.
(6) Rendahnya kualifikasi pengembangan KTSP baik di atas kertas maupun di depan kelas, juga disebabkan pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang.
(7) Belum maksimalnya sosialisasi serta pelatihan terhadap guru-guru bahkan masih ada guru-guru yang belum dapat sosialisasi serta pelatihan sehingga masih banyak guru dan pemangku kepentingan yang belum memahami KTSP.
(8) Masih banyak guru-guru yang berpersepsi sebagai penerima pasif pengambilan keputusan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Divusi Inovasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Penyebaran kurikulum ini menggukan dua strategi yaitu:
- strategi pendidikan dan
- strategi fasilitatif.
Dimana strategi ini digunakan untuk mencapai tujuan inovasi pendidikan, yang melalui proses perencanaan,. pelaksanaan, dan pengambilan keputusan.

3.2 Saran
(1.) Depdiknas seharusnya memberikan fasilitas yang menunjang untuk pengembangan KTSP di daerah.
(2.) Depdiknas seharusnya lebih banyak melakukan sosialisasi KTSP berupa seminar-seminar dan pelatihan agar kesiapan guru dalam pelaksanaan KTSP lebih meningkat kreatifitasnya.
(3.) Kepala sekolah sebaiknya dapat mengkomunikasikan dengan baik kepada guru tentang perubahan kurikulum tersebut.






DAFTAR RUJUKAN

Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Susilo, Muhammad Joko.2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: PT. Putra Pelajar
Muslich, Masnur. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara